Sabtu, 07 Januari 2017

Teknik-Teknik Dalam Pembelajaran

Berikut adalah Penjelasan dan Ilustrasi dari beberapa teknik Pembelajaran :

1). Inqury atau Menemukan


  Teknik pembelajaran Inquiry yaitu sebuah teknik/metode pembelajaran dimana guru berusaha mengarahkan siswa untuk mampu menyadari apa yang sudah didapatkan selama belajar. Sehingga siswa mampu berfikir dan terlibat dalam kegiatan intelektual dan memproses pengalaman belajar itu menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. 
 
Model Pembelajaran Inquiry dilakukan dengan tahapan:
1.Tahapan penyajian masalah
   Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk mengumpulkan informasi.Keterlibatan siswa pada tahap ini adalah :
   (1). Memberi respon positif terhadap masalah yang dikemukakan,
   (2). Mengungkapkan ide awal.

2.Tahapan verifikasi data
   Guru memberikan pertanyaan pengarah sehingga siswa mampu mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis. Keterlibatan siswa pada tahap ini yaitu :
   (1). Melakukan pengamatan terhadap masalah yang diberikan,
   (2). Merumuskan masalah,
   (3). Mengidentifikasi masalah,
   (4). Membuat hipotesis, dan
   (5). Merancang eksperimen.

3.Megadakan eksperimen dan pengumpulan data
   Pada tahap ini siswa diajak melakukan eksperimen atau mengumpulkan data dari permasalahan yang ada.Peran siswa dalam tahap ini yaitu :
   (1). Melakukan eksperimen atau pengumpulan data, dan
   (2). Melakukan kerjasama dalam mengumpulkan data.

4.Merumuskan penjelasan
   Guru mengajak siswa untuk melakukan analisis dan diskusi terhadap hasil yang diperoleh sehingga siswa mendapatkan konsep dan teori yang benar sesuai konsepsi ilmiah. Keterlibatan siswa dalam tahap ini adalah :
   (1). Melakukan diskusi, dan
   (2). Menyimpulkan hasil pengumpulan data.

5.Mengadakan analisis inquiry
   Guru meminta kepada siswa untuk mencatat informasi yang diperoleh serta diberi kesempatan bertanya tentang apasaja yang berkaitan dengan informasi yang mereka peroleh sebelumnya lalu kemudian guru memberikan latihan soal-soal jika dipelukan.
Keterlibatan siswa dalam tahap ini yaitu :
   (1). Mencatat informasi yang diperoleh,
   (2). Aktif bertanya, dan

2). Konstruktivisme
   Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24). 

Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain untuk mengatasinya.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75), menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Format Pembelajaran Konstruktivis :


1. Fase start
   Guru mungkin ingin mulai dengan mengukur pengetahuan murid sebelumnya dan menetapkan berbagai kegiatan. Guru dapat mulai dengan pertanyaan umum terbuka (misalnya,”Menurut kalian biologi itu ilmu tentang apa?”) lalu mendorong murid untuk memberikan jawaban – jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang subjek ini.
2. Fase eksplorasi
   Murid sekarang mengerjakan kegiatan yang ditetapkan guru di fase 1. kegiatan ini biasanya bersifat eksploratik, melibatkan situasi atau bahan – bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok.

3. Fase refleksi
   Selain fase ini, murid mungkin diminta untuk menengok kembali kegiatan itu dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok – kelompok lain atau dengan guru.

4. Fase aplikasi dan diskusi
   Selain itu guru dapat meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan. Langkah berikutnya dapat diidentifikasi oleh guru atau murid, dan poin-poin kunci direkap.


Contoh Metode Pembelajaran Konstruktivistik :
Kelompok belajar kooperatif
   Proses pembelajaran debgab MPBP juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerjasama antar siapa? Tiada lain adalah kerjasama antarsiswa dan antarkomponen-komoponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerjasama antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama.

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.

Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

 
3). SETS ( Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat)
   Pendekatan Science, Environment, Technology, Society (SETS) yang dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai “Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas)”.

Definisi SETS menurut the NSTA Position Statement 1990 (dalam Kuswati, 2004:11) adalah memusatkan permasalahan dari dunia nyata yang memiliki komponen Sains dan Teknologi dari perspektif siswa, di dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya siswa diajak untuk menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep dan proses itu pada situasi yang nyata.

Pendekatan SETS/ Salingtemas diambil dari konsep pendidikan STM (Sains, Teknologi, dan Masyarakat), pendidikan lingkungan (Environmental Education/EE), dan STL (Science, Technology, Literacy). Dalam pendekatan Salingtemas atau SETS (Science, Environmental, Technology and Society) konsep pendidikan STM atau STL dan EE dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (Depdiknas, 2002:5).


   Urutan ringkasan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Pendekatan Salingtemas secara mendasar dapat dinyatakan bahwa melalui pendidikan Salingtemas ini diharapkan agar siswa dapat mengetahui tiap-tiap unsur salingtemas dan juga memahami implikasi antar hubungan elemen-elemen unsur-unsurnya. Selain itu, Salingtemas akan membimbing siswa agar berpikir secara global/ keseluruhan dan bertindak memecahkan masalah lingkungan, baik lingkungan lokal maupun hubungan lingkungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat dan berperan serta dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya (Binadja, 2005:2).
Pengertian tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan dalam Depdiknas (2002:5) bahwa dengan pendekatan Salingtemas/ SETS siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi ini terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pendekatan SETS harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkatan pendidikannya. Isi pendidikan SETS diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.
Sasaran pengajaran SETS adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya.
Untuk memahami pendekatan SETS maka diperlukan pemahaman terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu antara STM, STL dan Pendidikan Lingkungan.
Menurut Poedjiadi (2005 : 115 ), para praktisi pendidikan banyak mengungkapkan istilah yang serupa dengan salingtemas yang sebenarnya memiliki inti yang sama, seperti istilah Science, Environment, Technology, and Society (SETS); Science, Technology, and Society (STS) atau dapat diterjemahkan menjadi Sains, Teknologi, Masyarakat (STM); dan Science, Environment, Technology (SET).
Menurut Binadja (1999 : 3), urutan singkatan SETS memberi gambaran bahwa untuk mengaplikasikan sains kedalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, harus dipikirkan berbagai implikasi pada lingkungan secara fisik maupun mental. Pembelajaran berpendekatan SETS ditujukan untuk membantu siswa memahami sains dan perkembangannya serta pengaruh perkembangan sains terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.
Dalam pendekatan SETS, siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan peran teknologi di dalam masyarakat ( Depdikbud, 1992 dalam Rustaman et al.,2003 : 116 ). Pembelajaran berpendekatan SETS harus mampu membuat siswa yang mempelajarinya mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang ditimbulkan.
Apabila siswa selalu dibiasakan memikirkan keterkaitan positif maupun negatif antara elemen-elemen SETS, maka siswa akan selalu berusaha menganalisis kondisi dan mensintesis sesuatu yang baru. Pendidikan SETS pada hakikatnya akan membimbing siswa untuk dapat berfikir global dan bertindak lokal maupun global dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicarikan solusinya menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik antara elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Utomo, 2009 : 1).
Unsur-unsur SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam bidang pendidikan, yang khususnya menjadi fokus adalah sains. Dengan sains sebagai fokus perhatian, guru dan siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat melihat bentuk keterkaitan dari ilmu yang dipelajari (sains) dengan unsur lain dalam SETS.
Jadi dapat dipahami bahwa melalui pendekatan SETS, siswa diajak untuk mengenal teknologi, dan menganalisis dampak baik positif maupun negatif dari teknologi tersebut. Pada akhirnya siswa diharapkan mampu menerapkan konsep tenologi dan pengetahuan yang telah didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.

4). Pemecahan Masalah

a. Pengertian Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode ini diciptakan seorang ahli didik berkebangsaan Amerika yang bernama Jhon Dewey. Metode ini dinamakan Problem Method. Sedangkan Crow&Crow dalam bukunya Human Development and Learning, mengemukakan nama metode ini dengan Problem Solving Method.

       Sebagai prinsip dasar dalam metode ini adalah perlunya aktifitas dalam mempelajari sesuatu. Timbulnya aktifitas peserta didik kalau sekiranya guru menjelaskan manfaat bahan pelajaran bagi peserta didik dan masyarakat.

Dalam bukunya “school and society” John Dewey mengemukakan bahwa keaktifan peserta didik di sekolah harus bermakna artinya keaktifan yang disesuaikan dengan pekerjaan yang biasa dilakukan dalam masyarakat.Alasan penggunaan metode problem solving bagi peneliti adalah dengan penggunaan metode problem solving siswa dapat bekerja dan berpikir sendiri dengan demikian siswa akan dapat mengingat pelajarannya dari pada hanya mendengarkan saja.


   Untuk memecahkan suatu masalah John Dewey mengemukakan sebagai berikut :

1.Mengemukakan persoalan/masakah. Guru menghadapkan masalah yang akan dipecahkan kepada peserta didik.
2.Memperjelas persoalan/masalah. Masalah tersebut dirumuskan oleh guru bersama peserta didiknya.
3.Melihat kemungkinan jawaban peserra didik bersama guru mencari kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan dalam memecahkan persoalan.
4.Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
5.Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil yang diharapkan atau tidak.



b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

1. Persiapan
a.Bahan-bahan yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru.
b.Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu dalam memecahkan persoalan.
c.Guru memberikan gambaran secara umum tentang cara-cara pelaksanaannya.
d.Problem yang disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta didik untuk berpikir.
e.Problem harus bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta didik.

2. Pelaksanaan
a.Guru menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan.
b.Guru meminta kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang tugas yang akan dilaksanakan.
c.Peserta didik dapat bekerja secara individual atau berkelompok.
d.Mungkin peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin pula tidak.
e.Kalau pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian didiskusikan mengapa pemecahannya tak ditemui.
f.Pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran.
g.Data diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa sehingga dijadikan fakta.
h.Membuat kesimpulan.

3. Keuntungan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a.Melatih peserta didik untuk menghadapi problema-problema atau situasi yang timbul secara spontan.
b.Peserta didik menjadi aktif dan berinisiatif sendiri serta bertanggung jawab sendiri.
c.Pendidikan disekolah relevan dengan kehidupan.

4. Kelemahan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a.Memerlukan waktu yang lama
b.Murid yang pasif dan malas akan tertinggal
c.Sukar sekali untuk mengorganisasikan bahan pelajaran.
d.Sukar sekali menentukan masalah yang benar-benar cocok dengan tingkat kemampuan peserta didik.

5). Diskusi

Langkah-langkah penggunaan metode diskusi menurut Hasibuan (1985) dan Sastrawijaya (1988)adalah sebagai berikut:

1. Guru mengemukkan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

2. Para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris, pelapor) mengatur tempat duduk, ruangan, sarana,dan sebagainya dengan bimbingan guru. Pimpinan diskusi sebaiknya berada di tangan siswa yang :

a). Lebih memahami masalah yang akan didiskusikan

b). "Berwibawa" dan disenangi oleh teman-temannya

c). Lancar berbicara

d). Dapat bertindak tegas, adil, dan demokratis

Tugas pimpinan diskusi antara lain :

a).Pengatur dan pengarah diskusi

b).Pengatur "lalu lintas" pembicaraan

c).Penengah dan penyimpul berbagai pendapat

3. Para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masng, sedangkan guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar anggota kelompok berpartisipasi aktif dan diskusi dapat berjalan lancar. Setiap siswa hendaknya, mengetahui secara persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya berdiskusi.

4. Setiap kelompok harus melaporkan hasil diskusinya. Hasil diskusi dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.

5. Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, sedangkan guru menyimpulkan laporan hasil diskusi dari setiap kelompok.

6). Penugasan

Pengertian Metode Penugasan atau metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan   jalan   memberi   tugas   kepada   siswa. Tugas-tugas   itu dapat  berupa mengikhtisarkan karangan, (dari   surat   kabar,  majalah   atau  buku   bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan. Metode   pemberian   tugas,   dianjurkan   antara   lain   untuk mendukung  metode   ceramah,   inkuiri,   VCT.   Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang   lingkup  maupun   bahannya.   Pelaksanaannya   dapat diberikan secara individual maupun kelompok.



Dalam  proses   pembelajaran, siswa   hendaknya   didorong untuk   melakukan   kegiatan   yang   dapat   menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh karena itu metode pemberian tugas   dapat   dipergunakan   untuk   mendukung   metode  pembelajaran yang lain.



Penggunaan metode pemberian tugas bertujuan:



· menumbuhkan proses pembelajaran yang eksploratif

· mendorong perilaku kreatif

· membiasakan berpikir komprehensif

· memupuk kemandirian dalam proses pembelajaran



 Metode pemberian tugas yang digunakan secara tepat dan terencana dapat bermanfaat untuk:



· menumbuhkan kebiasaan belajar secara mandiri dalam lingkungan bersama (kolektif) maupun sendiri

· melatih   cara  mencari   informasi secara  langsung  dari sumber  belajar   yang   terdapat  di   lingkungan  sekolah,     rumah dan masyarakat

· menumbuhkan   suasana   pembelajaran   yang  menggairahkan (rekreatif)



Kelebihan metode penugasan adalah:



· Hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas dalam ingatan siswa.

· Siswa belajar dan mengembangkan inisiatif dan sikap mandiri.

·  Memberikan kebiasaan untuk disiplin dan giat belajar.

· Dapat mempraktekkan hasil-hasil teori dalam kehidupan yang  nyata.

· Dapat memperdalam pengetahuan siswa dalam spesialisasi tertentu.



Kekurangan metode penugasan adalah:



· Siswa dapat melalukan penipuan terhadap tugas yang diberikan (Dikerjakan oleh orang lain atau menjiplak karya orang lain).

· Bila tugas diberikan terlalu banyak, maka siswa dapat mengalami kejenuhan sehingga mengganggu ketenangan batin siswa.

· Sulit memberikan tugas yang dapat memenuhi sifat perbedaan individunya dan minat dari masing-masing siswa.



Pemberian tugas cenderung memakan waktu da tenaga serta biaya yang cukup berarti. Oleh karena itu, metode penugasan tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Maka guru perlu memperhatikan saran-saran pelaksanaan, sebagai berikut:



· Merencanakan pemberian tugas secara matang.

· Tugas yang diberikan hendaknya didasarkan pada minat dan kemampuan  siswa.

· Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi pelajaran yang telah diberikan.

· Jenis tugas yang diberikan hendaknya telah dimengerti betul oleh  siswa agar tugas dapat dilaksanakan dengan baik.

    Jika tugas yang diberikan bersifat tugas kelompok, maka pembagian  tugas (materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu penyelesaiannya.

· Guru dapat membantu menyediakan alat dan sarana yang diperlukan  dalam pemberian tugas.

· Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian siswa dan realistis.

·  Hasil tugas siswa dinilai oleh guru.
7). Karya Ilmiah

1. Metode ilmiah adalah langkah langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam menjawab pertanyaan pertanyaan atas masalah masalah dan keingintahuan nya terhadap fenomena fenomena yang terjadi sehingga dihasilkan jawaban yang akurat dan obyektif sehingga mampu diterima secara universal dan dianggap valid.
2. Langkah – langkah pembelajaran karya ilmiah :
a). Melakukan identifikasi masalah
b). Mengumpulkan data dalam cakupan masalah
c). Memilah data untuk mencari korelasi, hubungan yang bermakna dan keteraturan
d). Merumuskan hipotesis (suatu generalisasi) yang merupakan tebakan ilmiah yang menjelaskan data data yang ada dan menyarankan langkah langkah berikutnya yang harus dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut
e). Menguji hipotesis secara setepat mungkin dengan cara mengumpulkan data data baru
f). Melakukan konfirmasi, modifikasi ataupun menolak hipotesis apabila memperoleh temuan temuan baru.
8). Demonstrasi

Pengertian Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya (Syaiful, 2008:210).

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000:22).

Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000:2) bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.

Menurut Syaiful (2008:210) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.



Tujuan Metode Demonstrasi

Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan dan kelekurangan.



Manfaat Metode Demonstrasi

Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah :

· Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .

· Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

· Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.



Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut :



Kelebihan metode demonstrasi

· Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu, perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya.

· Dapat membimbing siswa ke arahberpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.

· Ekonmis dalam jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi dengan waktu yang pendek.

· Dapat mengurangi kesalahan-kesalahn bila dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya.

· Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak

· Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi.



Kekurangan metode demonstrasi

· Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol.

· Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara seksama.

· Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak diabaikan leh peserta didik.

· Tidak semua hal dapatdidemonstrasikan di kelas.

· Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya kadang-kadang sangat minimum.

· Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau sebenarnya.

· Agar demonstrasi mendapaptkan hasil yang baik diperlukan ketekitian dan kesabaran.



Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secra mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.



Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proes mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara engan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar